Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara, atau SAFEnet, melaporkan bahwa ada bukti bahwa Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau Undang-Undang ITE, lebih cenderung menjerat korban lingkaran aktivis.
Suara.com melaporkan bahwa para aktivis adalah korban utama UU ITE pada tahun 2021, menurut laporan SAFEnet kemarin.
Table of Contents
Pada tahun 2021, para aktivis akan menjadi korban terbesar dari UU ITE
Baca juga:
– Peringatan Kominfo, platform NFT tidak melanggar hukum ITE
– Banyak foto Tara Basro, Menteri Komunikasi dan Informatika: Katakan siapa yang melanggar UU ITE?
– Sebut Foto Tara Basro Melanggar UU ITE, Kominfo Bikin Emosi Netizen
“Yang menarik bagi saya sejak UU ITE tahun 2008, aktivis belum menemukan peringkat teratas sebagai jumlah korban terbanyak atau 10 orang hingga tahun 2021,” kata CEO SAFEnet Damar Juniarto dalam diskusi virtual, Rabu (20/2). ). .
Dalam Laporan Situasi Hak Digital Indonesia 2021 yang diterbitkan SAFEnet
, jumlah korban kriminalisasi UU ITE tahun 2021 mencapai 38 orang. Namun jumlah tersebut menurun lebih dari setengahnya dibandingkan tahun 2020 yang jumlah korbannya mencapai 84 orang.
Menurut keterangan Damar, korban UU ITE yang berlatar belakang aktivis paling banyak mencapai 10 orang atau 26,3 persen dari total. Korban kekerasan dan pendampingnya menyusul di urutan kedua dengan jumlah delapan orang atau 21,1 persen.
Sedangkan warga menempati urutan ketiga dengan tujuh orang atau 18,4 persen.
Damar mengatakan, biasanya warga sekitar yang menjadi korban pertama UU ITE.
Para aktivis yang terkena UU ITE dijerat pasal pencemaran nama baik Pasal 27(3) UU ITE. Pasalnya, aktivis ini memaparkan penelitian yang mengungkap keterlibatan pejabat negara terkait konflik kepentingan dalam proyek yang bernilai rupiah sangat tinggi.
Didukung oleh GliaStudio
Contohnya disaksikan oleh dua peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha dan Miftahul Huda, sebagaimana dilaporkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada 10 September 2021. Kasus itu bermula saat ICW mengungkap dugaan kedekatan Moeldoko dengan petinggi PT Harsen Laboratories. , yang memproduksi ivermectin sebagai obat dan menawarkan terapi COVID-19.
Kasus lainnya adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang menangkap Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan terindikasi gugatan senilai Rp 100 miliar ke Polda Metro Jaya.
Mereka dilaporkan menyusul diskusi terkait studi kepemilikan tambang di Intan Jaya Papua yang dilakukan oleh Kontras dan sejumlah LSM.
Selain aktivis, korban UU ITE juga menyasar korban kekerasan yang mencari keadilan di media sosial. Contohnya adalah ibu dari tiga orang korban kekerasan seksual di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Ia dilaporkan oleh tersangka pelaku tindak pidana kekerasan berdasarkan Pasal 27 ayat 3.
Wartawan membenarkan hal itu dengan mengatakan bahwa ibu korban mengungkapkan kasus yang dialaminya kepada wartawan, yang kemudian dimuat di media massa. Meski wartawan tidak menyebut nama tersangka pelaku dalam laporan tersebut.
Kasus lainnya adalah seorang mahasiswi Universitas Riau (Unri) yang dilecehkan secara seksual oleh dosennya saat sedang mengerjakan skripsi. Mahasiswa tersebut justru digugat karena artikel fitnah setelah membuat video pengakuan di media sosial.
Terduga pelaku, dosen dan dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unri, Syafri Harto, melaporkan korban kekerasan dan akun Instagram @komahi_ur ke Polda Riau.
SAFEnet juga mengungkap siapa yang melaporkan kasus UU ITE kepada korban dan latar belakangnya. Di sini PNS paling banyak dilaporkan dengan 10 kasus atau 35,7 persen.
Kemudian datang lembaga tinggi, pemimpin bisnis dan organisasi dalam sembilan kasus atau 32,1 persen. Kemudian empat kasus dugaan tindak pidana kekerasan atau 14,3 persen.
Baca Juga :
https://indonesiamembangun.id
https://daftarkampunginggris.id
https://iainmataram.ac.id
https://festivallembahbaliem.id
https://p4s-pertanian.id